Mengenang Kembali Batik Pesisir Indonesia

Mengutip tentang batik pesisir Indonesia dari sebuah buku karya Hartono Sumarsono, yang tak hanya berisi koleksi batik dari seluruh Nusantara, tapi juga tentang perkembangan batik dari masa ke masa. Batik adalah warisan budaya kita, ada baiknya kita memelihara dan menjaga warisan dari nenek moyang kita.


Sumber foto : Buku Batik Pesisir Pusaka Indonesia

Batik bukan hanya memukau diri kita saja, tetapi juga orang-orang asing. Batik telah ada sejak berabad-abad yang lalu, batik adalah pusaka Indonesia, yang menunjukkan keandalan leluhur kita dalam menciptakan keindahan di sepotong kain. Sudah seharusnya kita pelihara dan wariskan kepada anak cucu kita nantinya.


Sumber foto : Buku Batik Pesisir Pusaka Indonesia

Batik

Batik adalah kain yang ragam hiasnya dibuat dengan mempergunakan malam sebagai bahan perintang warna, sehingga zat warna tidak dapat mengenai bagian kain yang tertutup malam saat pencelupan. Untuk membubuhkan malam ke atas kain, dipergunakan canting, yaitu alat kecil berupa semacam mangkuk berujung pipa dari tembaga, yang diberi gagang katu atau bambu. Pada pertengahan abad ke-19, pembubuhan malam pada batik mulai menggunakan lempengan logam bermotif. Alat itu biasa disebut “cap” dan hasilnya disebut “batik cap”, sedangkan batik yang digambar dengan canting lantas disebut “batik tulis”. Batik cap tidak sehalus batik tulis, tetapi pembuatannya jauh lebih cepat.
Tahun 1970-an muncul tekstil bermotif batik yang populer disebut “batik printing”. Batik printing dihasilkan tanpa mempergunakan teknik membatik. Motif batik yang dibubuhkan pada kain dengan mesin cetak yang kini sudah dikomputerisasi. Dapat dihasilkan dalam waktu singkat dan dalam jumlah banyak. Akibatnya harganya jauh lebih murah daripada batik cap, apalagi batik tulis.
Yang jelas, di Pulau Jawa-lah metode pembatikan berkembang paling subur dan menghasilkan kain-kain batik dengan ragam hias paling kaya, teknik pengerjaan dan pewarnaan paling berkembang dan mutu pengerjaan paling halus dan paling cermat, walaupun metode perintang warna ditemukan pula di beberapa pulai lain di Nusantara dengan zat perintang warna dan alat yang berbeda-beda.

Ragam Batik


Sumber foto : Buku Batik Pesisir Pusaka Indonesia

Batik Pekalongan bukanlah batik pesisir tertua, namun di Pekalongan banyak dihasilkan batik yang termasuk paling halus dan sampai sekarang masih menjadi penghasil batik utama. Pada sejumlah batik Pekalongan, kita bisa menemukan ragam hias Hindu-Jawa. Namun, berbeda dengan di Solo-Yogya, ragam hias itu tidak terikat peraturan-peraturan keraton. Pengaruh paling  dominan pada batik Pekalongan datang dari Cina dan Belanda. Akibat, perpaduan dengan berbagai budaya, bati pekalongan sangat berbeda dengan batik di pedalaman Jawa.

Batik pengaruh India, salah satu keistimewaan pembatik keturunan Arab dan pribumi di Pekalongan dan tempat-tempat lain adalah ragam hias jelamprang, yaitu ragam hias yang meniru pola patola dan sembagi dengan gaya nitik.

Batik Cina Peranakan, masyarakat Cina peranakan mengadopsi pakaian ibu mereka, berupa kain batik dan kebaya. Pakaian itu disesuaikan dengan selera mereka, baju itu berkembang mulai dari baju kurung, kebaya panjang, kebaya pendek putih berenda, kebaya putih tembus pandang yang dikerancang dan dibordir sampai kebaya warna-warni tanpa bordiran dari bahan tembus pandang.


Sumber foto : Buku Batik Pesisir Pusaka Indonesia

Batik Djawa Hokokai, dinamakan menurut nama organisasi bentukan Jepang yang beranggotakan orang Indonesia yang dipimpin oleh kepala pemerintahan militer Jepang. Ciri utamanya adalah warnanya sangat beraneka ragam. Pada satu kain bisa lima sampai enam warna dengan kombinasi yang berani seperti merah muda dengan hijau atau ungu dengan kuning.


Sumber foto : Buku Batik Pesisir Pusaka Indonesia

Batik Batang, letaknya 8 km dari Pekalogan, sama seperti Pekalongan, kota ini juga penghasil batik dan bukan sembarang batik. Cirinya kurang lebih sama dengan batk Pekalongan, tetapi warnanya lebih kelam. Salah satu perbedaannya dapat dilihat dari batik bang biron. Di Pekalongan biasa memakai latar warna krem tetapi di batik Batang latarnya berwarna kopi susu.


Sumber foto : Buku Batik Pesisir Pusaka Indonesia

Batik Tegal, coraknya termasuk besar, berupa flora dan fauna dan juga lar atau sayap garuda. Kita juga bisa menemukan corak gribigan, beras mawur, batu pecah, ukel, dan corak yang disebut kuku macan dan tapak kebo. Sebagai kota pesisir, Tegal pun tak luput dari pengaruh Cina dan Belanda dan terutama dari tetangganya, Pekalongnan. Bedanya hanya pada variasi warna saja, dia Tegal tidak terlalu banyak memakan isen-isen.


Sumber foto : Buku Batik Pesisir Pusaka Indonesia

Batik Lasem, di masa lampau termasyhur karena warna merahnya yang dijuluki  abang getih pithik (merah darah ayam). Warna alami iu berasal dari akar mengkudu dan tidak bisa ditiru. Lasem bukan cuma menghasilkan batik sendiri, tetapi juga memasok blangkoan untuk sentra batik lain, seperti Pekalongan, Solo, dll. Salah satu ciri hiasan pada batik Lasem adalah bunga anyelir atau carnation, yang biasa disebut celuki atau teluki.


Sumber foto : Buku Batik Pesisir Pusaka Indonesia

Batik Kudus, pembatik Cina peranakan yeng menghasilkan batik Kudus paling halus pengerjaannya. Batik gaya Kudus malah kemudian ditiru di Pekalongan. Corak utamanya bisa buketan, bunga, burung, dan kupu-kupu.


Sumber foto : Buku Batik Pesisir Pusaka Indonesia

Batik Banyumas, paling dekat dengan batik Solo, biasa disebut banyumasan dan memakai sogan yang agak kuning kemerahan, seperti yang dibuat oleh Jonas, pembatik keturunan Belanda di Solo. Corak batik yang terkenal, yaitu ayam puger, konon nama itu berasal dari Pangeran Puger yang datang ke kawasan tersebut, karena perang saudara di Mataram. Ragam hiasnya banyak dipengaruhi ragam hias Solo seperti parang curiga, lar, tambal, dsb.


Sumber foto : Buku Batik Pesisir Pusaka Indonesia

Batik Cirebon dan Indramayu, kota Cirebon memiliki batik yang unik. Secara umum batik Cirebon berpusat di Desa Trusmidan Kalitengah, yang juga dapat dikelompokkan ke dalam batik keraton. Ragam hias batik keraton di Cirebon lebih bersifat simbolis dan banyak dipengaruhi kebudayaan Hindu Jawa, yaitu sawat, lar, dan parang. Batik Indramayu biasa disebut dermayon dan dulu banyak dibuat oleh istri para nelayan di desa Paoman, Babad, dan Terusan, Ragam hiasanya diilhamkan alam sekitar, seperti udang dalam motif urang ayu, ganggang dalam motig ganggeng, ikan dalam motif iwak etong, burung dara dalam motif dara kipu, kerang dalam sawat gunting, dan kapal dalam motif kapal kandas.


Sumber foto : Buku Batik Pesisir Pusaka Indonesia

Batik Garut, berdekatan dengan Ciamis dan Tasikmalaya di sebelah selatan. Warna dan ragam hiasnya mendekati kedua tetangganya tersebut. Namun tak lepas dari pengaruh Solo-Yogya maupun Pekalongan dan Cirebon.


Sumber foto : Buku Batik Pesisir Pusaka Indonesia

Batik Sidoarjo, terletak di daerah pantai Jawa Timur, antara Surabaya dan Pasuruan, sebelah selatan Pulau Madura. Jadi tak heran apabila ciri-cirinya mengingatkan kita pada batik Madura, seperti warna merah tua, biru dan hijau yang berani. Garis-garis pada batiknya pun tegas dan motifnya besar. Namun, Sidoarjo kini hampir tak lagi berperan sebagai penghasil batik yang mengagumkan.


Sumber foto : Buku Batik Pesisir Pusaka Indonesia

Batik Madura, motif dan warna yang tertuang dalam kain batik Madura merefleksikan karakter masyarakatnya. Batik Madura dikerjakan secara tradisional dan tidak terlalu masal. Daerah pembatikan yang terkenal ada di Bangkalan, kecamatan Tanjung Bumi, di Sampang, Pamekasan, juga di Sumenep. Ragam hias dan warnanya beraneka, warna batik Madura umumnya, merah, merah tua atau jingga, biru tua, hijau tua, hitam dan putih.

Lestarikan Budaya Batik

Menurut, Pak Hartono, batik jika disimpan dalam lemari tetap akan menjadi usang, tetapi apa bila dalam bentuk buku, mungkin akan dapat bertahan dalam waktu yang lama. Begitulah beliau sampaikan, sudah sejak muda ia menggeluti dunia batik dan jatuh cinta pada batik. “Kencana Ungu adalah salah satu dari hasil usaha saya, selain mengoleksi barang-barang antik dan batik-batik yang sudah langka. Ketika UNESCO, ketika pertama kali menyatakan batik sebagai warisan budaya, saya merasa bangga atas apa yang telah saya capai. Benar juga, bahwa usaha tidak akan mengkhianati hasil dan usaha saya kali ini tidak sia-sia. Maka, atas apa yang sudah saya raih harus saya pertahankan. Dan Kencana Ungu adalah alasan bagi saya untuk bisa tetap bertahan bergelut dan terus mencintai dunia batik sampai sekarang ini.” Ucap Pak Hartono, saat beliau membahas buku koleksi batiknya yang berjudul “Batik Pesisir Pusaka Indonesia”.


Foto diambil oleh Sonia Lauthan

Tak hanya belajar tentang budaya dan perkembangan batik pesisir di Indonesia, tapi buku ini juga menceritakan tentang kisah perjalanan hidup seorang Hartono Sumarsono dalam berjualan kain batik hingga sukses menjadi seorang pengusaha batik dan kolektor batik. “Yah, saya bersyukur bahwa saat ini batik bukan hanya dikenal di Indonesia saja, tapi sudah mencapai ke seluruh dunia.” Kata Hartono.


Sumber foto : Buku Batik Pesisir Pusaka Indonesia

Harapan beliau adalah supaya batik tak hanya mengenalkan tentang identitas bangsa kita, tapi juga warisan bagi dunia dan anak cucu kita. Batik memang sesuatu yang rapuh, tapi batik merupakan mahakarya dari hasil kerja keras seseorang serta kesabaran dan kecintaannya pada seni. Bukan hanya beliau saja yang jadi salah satu pelestari batik, tetapi kita semua, mulai dari sejak dini, hingga seterusnya, supaya kelak jangan hanya kita yang menikmati, tapi juga anak cucu kita bisa menikmatinya.

Komentar